Oleh: KH Syamsul Yakin
Waketum Kota Depok
Tampaknya pembahasan tentang bidadari surga jadi tema yang paling ditunggu kaum Adam. Allah memahaminya. Oleh karena itu, kemewahan dan kemegahan surga dilengkapi dengan para bidadari yang dalam bahasa di dunia dapat memabukkan kepala. Tentu tidak demikian halnya dengan bidadari surga itu.
Allah memberi kabar gembira, “Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin” (QS. al-Rahman/55: 56).
Menurut pengarang Tafsir Jalalain, di dalam kedua surga itu dimana terdapat gedung-gedung dan istana-istana, ada bidadari-bidadari yang selalu menundukkan pandangan mata. Maksudnya, pandangan mereka terbatas hanya kepada suami-suami mereka saja yang terdiri dari manusia dan jin. Sebelumnya, mereka tidak pernah disentuh atau digauli. Asal muasal mereka selain memang bidadari penghuni surga ada juga wanita-wanita dunia yang masuk surga lalu jadi bidadari.
Ayat ini berkorelasi dengan makna ayat, “Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli” (QS. al-Waqiah/56: 22). Namun Syaikh Nawawi berkesimpulan bahwa bidadari yang bermata jeli itu bukan berasal dari wanita dunia yang masuk surga, akan tetapi mereka diciptakan Allah di dalam surga untuk para penghuninya. Alasannya, karena wanita dunia itu umumnya sudah bersetubuh.
Informasi lebih lengkap tentang bidadari, termaktub dalam makna ayat, “Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung, lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan, yang penuh cinta (dan) sebaya umurnya, untuk golongan kanan” (QS. al-Waqiah/56: 35-38). Yang dimaksud “secara langsung” menurut pengarang Tafsir Jalalalin adalah bahwa Allah menciptakan bidadari-bidadari yang jelita lagi cantik itu tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu sebagaimana manusia pada umumnya.
Sedangkan maksud kata “perawan-perawan” adalah semua bidadari itu masih perawan dan akan tetap perawan. Setiap kali mereka digauli oleh suami-suami mereka, para suami itu merasakan mereka tetap dalam keadaan perawan. Para bidadari tidak merasa sakit tatkala digauli suami-suami mereka. Sedangkan makna “golongan kanan”, menurut Ibnu Katsir, tak lain adalah suami-suami mereka sendiri yang termasuk golongan kanan.
Untuk menjamin ketenteraman suami-suami mereka, para bidadari itu hanya mencintai suami-suami mereka saja. Di dalam Tafsir al-Thabari disebutkan bahwa mereka berkata, “Demi kemuliaan Tuhanku, kebesaran-Nya, dan keindahan-Nya, yang paling indah adalah kamu, suamiku. Segala puji bagi Allah yang telah menjadikanmu sebagai suamiku dan menjadikan aku sebagai istrimu”.
Ayat di atas sebenarnya memberi informasi bahwa jin juga akan masuk surga. Hanya saja, menurut al-Thabari, nikmat surga yang berkaitan dengan manusia untuk manusia, sementara nikmat surga yang berkaitan dengan jin untuk jin. Dengan kata lain, penghuni surga akan berpasangan dengan bangsa mereka masing-masing. Suami atau istri manusia dari kalangan manusia. Begitu juga suami dan istri jin dari bangsa jin.
Sampai di sini manusia dan jin wajib bersyukur atas semua karunia yang Allah berikanPantas kalau Allah kembali menegur mereka, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 57).*