Oleh: KH. Syamsul Yakin
Dai LDDA Kota Depok
Setelah memberi informasi tentang kemewahan dan kemegahan surga dan kesenangan para penghuninya kelak, Allah menjelaskan, “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (QS. al-Rahman/55: 60). Menurut penulis Tafsir Jalalain, “kebaikan” pertama dalam ayat ini adalah ketaatan, sementara “kebaikan” berikutnya adalah kenikmatan.
Jadi ayat ini bisa dimaknai bahwa tidak ada balasan ketaatan kecuali kenikmatan. Dengan kata lain, tidak ada balasan berbuat baik dan meninggalkan dosa kecuali kenikmatan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang dipersiapkan bagi para hamba bertakwa.
Lebih luas, seperti diutarakan Syaikh Nawawi, balasan perbuatan baik tak lain adalah pahala yang baik. Al-Zuhaili mengatakan bahwa balasan perbuatan baik seorang hamba ketika di dunia adalah kebaikan yang diberikan untuknya di akhirat, yakni dua surga. Sementara ayat ini dimaknai oleh Muhammad Yusuf Ali dengan sebuah kalimat tanya, “Adakah balasan perbuatan baik selain yang baik juga?” Ini adalah pertanyaan retoris.
Selain itu, al-Thabari memberi interpretasi bahwa ayat ini masih terkait dengan ayat sebelumnya, yakni orang yang takut saat menghadap Tuhannya. Menurut al-Thabari, ayat ini memberi makna bahwa balasan bagi orang yang takut saat menghadap Tuhannya kemudian dia berbuat baik di dunia adalah balasan Allah berupa kebaikan di akhirat, yakni surga.
Kalau ditelisik, ayat ini berkorelasi dengan sabda Nabi. Anas bin Malik (wafat 709 Masehi) bercerita bahwa Nabi pernah membaca ayat di atas. Setelah itu Nabi bertanya, “Tahukah kalian apa yang dikatakan Tuhan kalian?” Para sahabat menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu”. Nabi menjelaskan, “Allah berfirman bahwa tidak ada balasan bagi orang yang aku beri anugerah tauhid kecuali surga” (HR. Baihaqi). Hadits ini juga dikutip al-Maraghi dan al-Zuhaili.
Selain berkorelasi dengan hadits Nabi, ayat di atas juga berkorelasi dengan makna ayat, “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya” (QS. Yunus/10: 26).
Menurut Ibnu Katsir, makna “tambahannya” pada ayat ini adalah pahala perbuatan baik itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat atau lebih dari itu. Balasan kebaikan itu terdiri dari semua kenikmatan yang diberikan Allah kepada ahli surga di dalam surga.
Misalnya gedung-gedung, para bidadari bermata jeli, rida Allah kepada mereka, dan apa yang disimpan oleh Allah untuk mereka seperti apa saja yang menenangkan hati dan memanjakan mata. Namun dari semua nikmat itu, yang paling utama adalah nikmat dapat memandang Zat Allah.
Namun semua nikmat yang Allah beri itu tidak dapat disetarakan dengan perbuatan baik yang dilakukan manusia dan jin. Maksudnya, perbuatan baik manusia dan jin tidak bisa bisa dan tidak setara untuk membeli surga. Perbuatan baik hanya memunculkan ridha Allah, selanjutnya ridha-Nya akan melahirkan rahmat-Nya atau kemurahan-Nya. Surga adalah bukti rahmat-Nya.
Inilah sajian kenikmatan Allah yang kembali harus disyukuri oleh manusia dan jin. Sayyid Quthb memberi penjelasan bahwa setiap usai memberi informasi mengenai sajian kenikmatan dan kebaikan, Allah selalu menutupnya dengan memberi catatan kepada manusia dan jin, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 61).*