Oleh: KH. Syamsul Yakin
Waketum MUI Kota Depok
Dengan sangat tegas diberitakan bahwa Yahudi membantah Allah, “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Tursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah”. Mereka menjawab, “Kami mendengar tetapi tidak menaati” (QS. al-Baqarah/2: 93).
Penggalan ayat ini, dimaknai oleh penulis kitab Tafsir Jalalain, sebagai sebuah kenyataan sejarah. Artinya, saat bukit Tursina atau Sinai diangkat di atas kepala mereka lalu mereka diminta berjanji mengamalkan Taurat, mereka membantah. Mereka bilang, “Kami mendengar tetapi tidak menaati”.
Mereka berani membantah perintah Allah. Padahal bukit Tursina sudah berada di atas kepala mereka. Kalau Allah berkehendak, bukit itu bisa menghancurkan mereka.
Dalam bahasa Arab, kata “Ashainaa”, meminjam penjelasan Syaikh Nawawi dalam kitab Tafsir Munir, maknanya, “jiwa dan raga kami tidak mau menaati”. Tentu ini diksi yang sangat mencolok untuk menolak perintah Allah, padahal mereka berada di tengah ancaman.
Mengapa mereka berbuat demikian? Inilah jawaban Allah, “Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya” (QS. al-Baqarah/2: 93).
Secara psikologis, bisa dipahami bahwa kecintaan menyembah patung anak sapi karena kekafiran nenek moyang mereka berpengaruh kuat dan menancap hebat hingga masa yang sangat lama, tepatnya hingga anak cucu mereka yang hidup pada masa Nabi Muhammad.
Bagaimana strategi Nabi Muhammad menghadapi mereka?
Strategi menghadapi kaum zalim seperti ini datang langsung dari Allah. Allah mengajarkan Nabi Muhammad untuk berkata kepada mereka, “Katakanlah, “Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)” (QS. al-Baqarah/2: 93).
Bagi Ibnu Katsir dalam tafsirnya, keingkaran mereka kepada Nabi Muhammad adalah dosa terbesar. Padahal diutusnya Nabi Muhammad adalah peluang bagi mereka untuk kembali ke jalan yang benar. Sebab setelah Nabi Muhammad tidak ada lagi utusan Allah yang menegur mereka. Sayang sekali mereka menyia-nyiakannya.*