Oleh: KH. Syamsul Yakin
Waketum MUI Kota Depok
Pada awal surah, yakni pada ayat pertama tiba-tiba Allah berfirman, “Apabila terjadi hari kiamat” (QS. al-Waaqi’ah/56: 1). Bagi pengarang Tafsir Jalalain kata “al-Waaqi’ah” semakna dengan kata “al-Qiyaamah” dan kata kerja lampau “waqa’at” sama dengan “qaamat” yang artinya terjadi.
Ibnu Katsir menulis bahwa al-Waaqi’ah adalah salah satu nama kiamat, seperti juga al-Haaqqah yang berarti juga kiamat. Tentang kata “al-Waaqi’ah ditemui juga dalam ayat lain, misalnya “Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat” (QS. al-Haaqah/69: 15). Dalam Tafsir Jalalain disebutkan hari kiamat adalah hari terakhir.
Selain dua surah yang bermakna kiamat di atas ada surah yang secara khusus bernama al-Qiyaamah. Surah ini turun secara berurutan setelah surah al-Qaari’ah. Kedua surah yang turun susul-menyusul ini menunjukkan tegasnya peringatan Allah dan dahsyatnya kiamat itu.
Secara leksikal al-Waaqi’ah artinya yang terjadi. Kata ini dimaknai dengan kiamat karena kiamat adalah peristiwa besar dan mengerikan yang pasti terjadi. Soal ini Allah tegaskan, “Terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal)” (QS. al-Waaqi’ah/56: 2). Oleh karena itu, tulis Syaikh Nawawi, keliru besar apabila ada yang mengingkarinya.
Dalam pandangan para mufasir seperti al-Zuhaili, al-Maraghi dan yang lainnya, terjadinya kiamat tidak ada keraguan dan pasti terjadi. Bagi al-Zuhaili, ketika kiamat terjadi tidak ada pengingkaran sama sekali. Bagi al-Maraghi kiamat itu laksana serangan pihak agresor yang kuat dan berkuasa.
Namun menariknya, sebegitu pasti dan dahsyatnya kiamat saat di dunia didustai oleh banyak orang. Oleh karena itu, tulis pengarang Tafsir Jalalain, saat kiamat terjadi tidak ada seorang pun yang tidak memercayai kejadiannya seperti halnya ada yang tidak memercayainya saat diinformasikan di dunia baik oleh al-Qur’an maupun hadits Nabi.
Beberapa informasi spesifik tentang kiamat diungkapkan oleh para mufasir. Pertama, al-Zuhaili menyebut hari kiamat berlangsung secara serentak, begitu juga Ibnu Katsir. Kedua, Syaikh Nawawi berpendapat bahwa peristiwa kiamat ditandai oleh suara yang sangat keras sampai-sampai terdengar oleh mereka yang dekat dan yang jauh dari pusat suara.
Untuk itu masih ada waktu bagi manusia memenuhi seruan Allah. Seperti firman-Nya, “Penuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari (kiamat) yang tidak dapat ditolak. Pada hari itu kamu tidak akan mempunyai tempat berlindung dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu)” (QS. al-Syuura/62: 47).
Cara mematuhi seruan Allah disampaikan oleh pengarang Tafsir Jalalain dengan dua cara, yakni mengesakan-Nya dan menyembah-Nya.
Sebagai pamungkas pembahasan ini, mari bersama merenungi informasi berharga ini,
“Pada hari itu manusia berkata, “Ke mana tempat lari?” Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung. Hanya kepada Tuhanmu saja pada hari itu tempat kembali” (QS. al-Qiyaamah/75: 10-12).*